xblog live

Catatan yang mungkin berguna

Monday, April 30, 2007

Belajar Dari Kesalahan

Bila anda melakukan sesuatu, ada kemungkinan anda membuat suatu kesalahan. Bila anda membuat kesalahan, itu adalah hal yang hebat. Karena anda berkesempatan belajar sesuatu.

Akui kesalahan anda, teliti dan pelajari secara mendalam. Jawablah kesalahan anda tersebut. Kesalahan adalah guru yang luar biasa. Dengan mengenal apa yang salah, anda dibantu untuk menemukan apa yang benar.

Tom Watson, pendiri IBM, tahu persis nilai sebuah kesalahan.Suatu saat, seorang pegawai membuat kesalahan besar yang merugikan IBM senilai jutaan dollar. Sang pegawai yang dipanggil ke kantor Watson, berkata "Anda pasti menghendaki saya mengundurkan diri." Jawab Watson, "Anda pasti bercanda. Saya baru saja menghabiskan 10 juta dollar untuk mendidik anda..."

Orang yang berbakat sukses, akan belajar dari apapun yang terjadi, termasuk kesalahan. Bila anda membuat sebuah kesalahan, hal yang terbaik adalah mengumpulkan kembali keping-keping yang terserak, dan memperhatikan bagaimana hal itu bisa terjadi.

Jangan menangisi kesalahan. Periksa dan pelajari kesalahan. Selanjutnya manfaatkan pengetahuan baru anda itu.

selanjutnya...

Monday, April 16, 2007

Semangat Kerja

Pagi ini Murti sedang asyik bermain game di komputernya, di kantor. Dari tadi gagal melulu, sekarang sudah hampir menang. Tanpa disangka, ada orang yang berdiri di belakangnya dan memandangi game tersebut. Murti tetap konsentrasi penuh. Paling-paling Yudi yang berdiri di belakangnya, pikirnya. Beberapa menit kemudian, akhirnya Murti menang. Aduh senangnya. Sampai-sampai dia berteriak:"Yes!!!", sambil mengepalkan tangan kanannya.

Orang yang berdiri di belakangnya tertawa lalu berkata: "Kalau semangat kerjamu seperti ini, wah perusahaan akan sangat maju". Murti tertegun. "Celaka," pikirnya. Itu bukan suara Yudi, tapi suara Pak Yanto, sang direktur utama. "Mati aku". Murti segera mengambil napas dan menengok ke arah Pak Yanto sambil tertawa malu. Betul-betul malu.

Pak Yanto tersenyum dan berkata:"Betul. Kalau semangat kerjamu sama seperti semangatmu bermain game. Wah! Hebat sekali. Keinginanmu untuk menang sangat tinggi. Tidak mudah menyerah. Berkali-kali gagal, kau coba lagi dan coba lagi. Cobalah mempraktekkannya dalam pekerjaan. Dalam segala hal. Okay?" Sambil berjalan pergi, beliau masih sempat berkata:"Tapi jangan main game melulu." Aduh! Tambah malu lagi. Murti hanya bisa tersenyum nyengir.

Cepat-cepat dia mematikan game komputernya dan kembali menghadapi pekerjaannya yang tadi sedang dikerjakan sebelum main game. Tadi dia sedang membuat laporan mingguan. Sebagai supervisor bagian penjualan, dia harus membuat laporan perkembangan kinerja tim yang dipimpinnya.

Dipandanginya layar komputer yang berisi laporan yang sedang dibuatnya. Aduh, malasnya. Setiap minggu itu-itu saja. Kalimatnya juga mirip begitu-begitu lagi. Paling-paling hanya angka penjualan saja yang berubah. Lagipula laporan dari dua anak buahnya belum masuk. Dari kemarin sudah diminta tapi belum juga diserahkan. Murti kesal. Tidak setiap minggu ada hal baru yang perlu dilaporkan.

Tak bersemangat

Sambil termenung-menung di depan komputer, Murti mengakui bahwa perkataan Pak Yanto tadi memang benar. Tadi Murti bisa bermain dengan sepenuh hatinya. Semangatnya menggebu. Dia ingin menang. Pokoknya harus menang. Tapi begitu menghadapi pekerjaan membuat laporan, wah seluruh semangatnya hilang. Jadi malas. Murti jadi heran sendiri. Mengapa dia bisa bersikap seperti itu? Kalau sikapnya sebagai penyelia seperti itu, bagaimana dia bisa memberi teladan kepada anak buahnya?

Murti mencari apa penyebab semangatnya menurun. Mungkin karena pekerjaan tersebut tidak menyenangkan. Game lebih menyenangkan. Tapi membuat laporan terasa membosankan dan seperti formalitas saja. Padahal, dia tahu bahwa laporan itu penting bagi atasan. Bukan sekadar formalitas. Murti sadar dia tidak mungkin bersikap seperti ini terus menerus. Dia ingin mengubah keadaan. Membuat laporan yang selama ini menjadi beban, harus diubah. Kalau tidak, bisa repot sendiri.

Murti merasa lega karena Pak Yanto tidak memarahinya. Memang dia ditegur, tapi tidak dengan marah. Beliau memang bijaksana. Satu hal yang dipelajarinya dari Pak Yanto adalah, beliau selalu mengerjakan segala sesuatu dengan senang dan penuh semangat. Jadi, siapapun yang berada dekat beliau, selalu merasa bersemangat. Beliau bisa menularkan semangat kerjanya. Murti ingin seperti beliau. Murti ingin lebih bersemangat. Kalau semangat kerjanya sama dengan semangatnya bermain game, wah, asyik juga. Dia sudah bisa seperti Pak Yanto dong.

Murti segera mengambil keputusan. Dia langsung menghapus semua game yang ada di komputernya. Tidak ada game lagi. Sama sekali. Kemudian dia mencoba mencari hal yang dapat membuatnya menyukai pekerjaan lain seperti membuat laporan, mencatat penjualan, mencatat setiap perkembangan pelanggan, dan sebagainya.

Murti baru sadar, catatan data pelanggan sudah dua bulan tidak diperbarui. Jadinya pekerjaannya menumpuk. Akibatnya, dia semakin malas. Akhirnya jadilah lingkaran setan yang membuatnya selalu menunda pekerjaan yang tidak menyenangkan itu.

Hari ini Murti berniat meluangkan waktu untuk memperbarui semua data pelanggan. Memang cukup banyak sih. Habis, sudah dua bulan. Tapi kalau tidak dilakukan sekarang, kapan lagi. Semakin ditunda, semakin menumpuk. Semakin menumpuk, semakin membuatnya malas. Semakin malas, semakin ingin menunda. Lingkaran setan ini harus dipatahkan.

Sampai sore, ternyata belum selesai juga. Tapi Murti menemukan kesenangan baru. Dia jadi asyik bekerja. Dengan tidak adanya game di komputernya, dia tidak tergoda untuk main game lagi. Seluruh waktu kerjanya bisa dimanfaatkan secara lebih efisien. Ternyata enak juga. Malah lebih enak rasanya. Besok tinggal membereskan sisa datanya lalu mulai memperbaiki hal-hal lainnya yang selama ini diabaikan. Do your job! Never run away! Never delay!

Sumber: Potensi Diri - Semangat Kerja oleh Lisa Nuryanti, Director Expands Consulting & Training Specialist


selanjutnya...

Sunday, April 01, 2007

Telepon

Nina sudah dua bulan bekerja di kantor tersebut. Sebelum ditempatkan di kantor cabang sebagai kepala cabang, dia menempati salah satu ruangan di kantor pusat. Kantor pusat sangat luas. Semua divisi menempati lantai yang sama di salah satu gedung perkantoran besar. Senang juga sih bekerja di situ.

Hanya saja, setiap kali ada rapat dengan kepala cabang yang lain, Nina selalu mendengar satu keluhan yang sama dan berulang-ulang. "Karyawan kantor pusat judes semua dan galak-galak kalau menerima telepon." Memang, meskipun ada operator, tapi setiap karyawan bisa mengangkat telepon masuk.

Tapi setelah setiap rapat mendengar keluhan yang sama, Nina merasa penasaran. Begitu juga dengan Pak Usman, Direktur Utama. Pak Usman sudah berusaha menyelidiki siapa yang berbicara judes di telepon, tapi tidak pernah ada yang mengaku. Iya dong, masa mengaku judes sih? Ntar dimarahi! Karena itulah hal tersebut masih menjadi masalah.

Akhirnya Pak Usman mengambil keputusan untuk bertindak. Kebetulan Nina tahu mengenai hal ini karena ruang kerjanya tak jauh dari ruang kerja Pak Usman. Suatu hari, Pak Usman berkunjung ke kantor lain yang berlokasi di lantai yang lebih atas. Beliau memberikan telepon selulernya kepada resepsionis di sana dan minta tolong agar menelepon kantornya dan mengatakan ingin bicara dengan Pak Usman.

Resepsionis tersebut menelepon kantor Pak Usman. Dia meminta bicara dengan Pak Usman. "Oh, Pak Usman sedang tidak ada". "Ke mana mbak?", tanyanya. "Wah, mana saya tahu. Dia tidak pernah bilang mau ke mana", jawab penerima telepon tersebut. "Kira-kira sampai jam berapa ya?" "Aduh mbak, saya nggak tahu! Ntar telepon aja lagi sore-sore.". Demikian jawaban yang diterima dan langsung diputus.

Pak Usman mendengar semua pembicaraan itu. Dia mengenali suara tersebut. Segera beliau kembali ke kantor dan langsung mendatangi karyawan tersebut serta menegurnya. Tentu saja karyawan tadi tidak mengaku. Tapi, Pak Usman dengan sabar mengatakan bahwa beliau tahu kejadian yang sebenarnya. Malah Pak Usman memiliki rekaman pembicaraan tadi, sehingga karyawan tersebut tidak bisa berkata apa-apa.

Beberapa hari kemudian, Pak Usman pergi ke Blok M. Di sana beliau mendekati seorang penjual pisang goreng, membeli beberapa buah, lalu menyerahkan telepon selulernya dan minta tolong agar bapak penjual tersebut menelepon kantornya dan minta bicara dengan Bapak Usman.

Dengan heran bapak tersebut menelepon dan minta bicara dengan Pak Usman. "Pak Usman ada Mbak?", tanyanya. "Ini dari siapa?" "Saya Mamat." "Ada perlu apa?" "Mau bicara dengan Pak Usman." "Ini siapa sih, Pak Usman nggak ada.", langsung telepon ditutup.

Sidak

Pak Usman juga mengenali suara penerima telepon tersebut. Pak Usman segera kembali dan bicara dengan karyawan tersebut. Rupanya beberapa kali terjadi hal seperti ini. Pak Usman sering melakukan sidak atau inspeksi mendadak dengan meminta bantuan orang lain untuk menelepon ke kantor.

Rupanya lama-kelamaan, cara tersebut cukup memberikan hasil. Para karyawan kantor pusat tidak berani lagi bersikap judes atau galak di telepon. Sekitar dua bulan kemudian, tidak ada lagi keluhan mengenai cara menerima telepon.

Yang membuat Nina heran, kok Pak Usman mau-maunya melakukan sidak semacam itu. Tapi, memang ketika dulu Pak Usman memberi imbauan tentang hal ini, tak seorang pun mau mengaku. Setelah Pak Usman menggunakan sistemnya, tak seorang pun bisa menghindar. Mereka tidak bisa berbohong karena Pak Usman merekam semua pembicaraan telepon ketika dia melakukan sidak. Wah, betul-betul seperti film cerita detektif saja.

Semua kesalahan terungkap. Ternyata bukan hanya judes dalam cara berbicara saja, ada juga yang judes dalam tindakan. Salah satu yang paling sering terjadi adalah, ketika orang menelepon ke kantor pusat dan berkata:"Bisa bicara dengan Pak Usman?", tiba-tiba penerima telepon langsung mentransfernya ke telepon lain, tanpa berkata apa-apa. Tiba-tiba hanya terdengar bunyi 'tek', bunyi telepon diletakkan, lalu langsung terdengar nada tunggu tanda telepon sedang ditransfer. Betul-betul tidak sopan.

Sudah begitu, kemudian ada lagi orang lain yang mengangkat dan berkata:"Halo?". "Ya halo, bisa bicara dengan Pak Usman?", dan terulang lagi hal yang tadi, ditransfer tanpa bicara apa pun. Aduh. Benar-benar membuat orang yang menelepon merasa sakit hati. Pak Usman sampai marah dengan kejadian ini.

Seluruh karyawan kemudian diminta rapat. Semua hasil rekaman Pak Usman diputar dalam rapat tersebut. Ada yang tertawa mendengarnya, ada yang geleng-geleng kepala, ada yang tersenyum malu, ada yang merasa prihatin, ada yang sedih, ada juga yang merasa kesal.

Akhirnya Pak Usman meminta semua agar karyawan saling memperbaiki cara mereka menerima telepon. Mereka juga diminta untuk saling mengingatkan apabila ada yang masih galak ketika bicara di telepon.

Ketika seminggu kemudian Nina pindah ke kantor cabang, dia bisa merasakan hasil dari usaha Pak Usman. Tidak ada lagi karyawan kantor pusat yang judes atau galak ketika menerima telepon. Sekarang semua orang kantor pusat ramah-ramah. Tapi ada satu hal yang diinginkan Nina. Nina ingin semua karyawan di kantor cabangnya juga ramah. Caranya? Dia ingin menjadi contoh bagi semua orang. Be Nice! Be an example!

Sumber: Telepon oleh Lisa Nuryanti, Director Expands Consulting & Training Specialist

selanjutnya...