xblog live

Catatan yang mungkin berguna

Sunday, April 01, 2007

Telepon

Nina sudah dua bulan bekerja di kantor tersebut. Sebelum ditempatkan di kantor cabang sebagai kepala cabang, dia menempati salah satu ruangan di kantor pusat. Kantor pusat sangat luas. Semua divisi menempati lantai yang sama di salah satu gedung perkantoran besar. Senang juga sih bekerja di situ.

Hanya saja, setiap kali ada rapat dengan kepala cabang yang lain, Nina selalu mendengar satu keluhan yang sama dan berulang-ulang. "Karyawan kantor pusat judes semua dan galak-galak kalau menerima telepon." Memang, meskipun ada operator, tapi setiap karyawan bisa mengangkat telepon masuk.

Tapi setelah setiap rapat mendengar keluhan yang sama, Nina merasa penasaran. Begitu juga dengan Pak Usman, Direktur Utama. Pak Usman sudah berusaha menyelidiki siapa yang berbicara judes di telepon, tapi tidak pernah ada yang mengaku. Iya dong, masa mengaku judes sih? Ntar dimarahi! Karena itulah hal tersebut masih menjadi masalah.

Akhirnya Pak Usman mengambil keputusan untuk bertindak. Kebetulan Nina tahu mengenai hal ini karena ruang kerjanya tak jauh dari ruang kerja Pak Usman. Suatu hari, Pak Usman berkunjung ke kantor lain yang berlokasi di lantai yang lebih atas. Beliau memberikan telepon selulernya kepada resepsionis di sana dan minta tolong agar menelepon kantornya dan mengatakan ingin bicara dengan Pak Usman.

Resepsionis tersebut menelepon kantor Pak Usman. Dia meminta bicara dengan Pak Usman. "Oh, Pak Usman sedang tidak ada". "Ke mana mbak?", tanyanya. "Wah, mana saya tahu. Dia tidak pernah bilang mau ke mana", jawab penerima telepon tersebut. "Kira-kira sampai jam berapa ya?" "Aduh mbak, saya nggak tahu! Ntar telepon aja lagi sore-sore.". Demikian jawaban yang diterima dan langsung diputus.

Pak Usman mendengar semua pembicaraan itu. Dia mengenali suara tersebut. Segera beliau kembali ke kantor dan langsung mendatangi karyawan tersebut serta menegurnya. Tentu saja karyawan tadi tidak mengaku. Tapi, Pak Usman dengan sabar mengatakan bahwa beliau tahu kejadian yang sebenarnya. Malah Pak Usman memiliki rekaman pembicaraan tadi, sehingga karyawan tersebut tidak bisa berkata apa-apa.

Beberapa hari kemudian, Pak Usman pergi ke Blok M. Di sana beliau mendekati seorang penjual pisang goreng, membeli beberapa buah, lalu menyerahkan telepon selulernya dan minta tolong agar bapak penjual tersebut menelepon kantornya dan minta bicara dengan Bapak Usman.

Dengan heran bapak tersebut menelepon dan minta bicara dengan Pak Usman. "Pak Usman ada Mbak?", tanyanya. "Ini dari siapa?" "Saya Mamat." "Ada perlu apa?" "Mau bicara dengan Pak Usman." "Ini siapa sih, Pak Usman nggak ada.", langsung telepon ditutup.

Sidak

Pak Usman juga mengenali suara penerima telepon tersebut. Pak Usman segera kembali dan bicara dengan karyawan tersebut. Rupanya beberapa kali terjadi hal seperti ini. Pak Usman sering melakukan sidak atau inspeksi mendadak dengan meminta bantuan orang lain untuk menelepon ke kantor.

Rupanya lama-kelamaan, cara tersebut cukup memberikan hasil. Para karyawan kantor pusat tidak berani lagi bersikap judes atau galak di telepon. Sekitar dua bulan kemudian, tidak ada lagi keluhan mengenai cara menerima telepon.

Yang membuat Nina heran, kok Pak Usman mau-maunya melakukan sidak semacam itu. Tapi, memang ketika dulu Pak Usman memberi imbauan tentang hal ini, tak seorang pun mau mengaku. Setelah Pak Usman menggunakan sistemnya, tak seorang pun bisa menghindar. Mereka tidak bisa berbohong karena Pak Usman merekam semua pembicaraan telepon ketika dia melakukan sidak. Wah, betul-betul seperti film cerita detektif saja.

Semua kesalahan terungkap. Ternyata bukan hanya judes dalam cara berbicara saja, ada juga yang judes dalam tindakan. Salah satu yang paling sering terjadi adalah, ketika orang menelepon ke kantor pusat dan berkata:"Bisa bicara dengan Pak Usman?", tiba-tiba penerima telepon langsung mentransfernya ke telepon lain, tanpa berkata apa-apa. Tiba-tiba hanya terdengar bunyi 'tek', bunyi telepon diletakkan, lalu langsung terdengar nada tunggu tanda telepon sedang ditransfer. Betul-betul tidak sopan.

Sudah begitu, kemudian ada lagi orang lain yang mengangkat dan berkata:"Halo?". "Ya halo, bisa bicara dengan Pak Usman?", dan terulang lagi hal yang tadi, ditransfer tanpa bicara apa pun. Aduh. Benar-benar membuat orang yang menelepon merasa sakit hati. Pak Usman sampai marah dengan kejadian ini.

Seluruh karyawan kemudian diminta rapat. Semua hasil rekaman Pak Usman diputar dalam rapat tersebut. Ada yang tertawa mendengarnya, ada yang geleng-geleng kepala, ada yang tersenyum malu, ada yang merasa prihatin, ada yang sedih, ada juga yang merasa kesal.

Akhirnya Pak Usman meminta semua agar karyawan saling memperbaiki cara mereka menerima telepon. Mereka juga diminta untuk saling mengingatkan apabila ada yang masih galak ketika bicara di telepon.

Ketika seminggu kemudian Nina pindah ke kantor cabang, dia bisa merasakan hasil dari usaha Pak Usman. Tidak ada lagi karyawan kantor pusat yang judes atau galak ketika menerima telepon. Sekarang semua orang kantor pusat ramah-ramah. Tapi ada satu hal yang diinginkan Nina. Nina ingin semua karyawan di kantor cabangnya juga ramah. Caranya? Dia ingin menjadi contoh bagi semua orang. Be Nice! Be an example!

Sumber: Telepon oleh Lisa Nuryanti, Director Expands Consulting & Training Specialist

1 Comments:

  • At 12:26 AM, Blogger Unknown said…

    karyawannya digaji telat kali bu lisa, jadi pada judes gt, coba klo karyawannya lebih diperhatikan mungkin tidak seperti itu jadinya....

     

Post a Comment

<< Home