xblog live

Catatan yang mungkin berguna

Monday, April 30, 2007

Belajar Dari Kesalahan

Bila anda melakukan sesuatu, ada kemungkinan anda membuat suatu kesalahan. Bila anda membuat kesalahan, itu adalah hal yang hebat. Karena anda berkesempatan belajar sesuatu.

Akui kesalahan anda, teliti dan pelajari secara mendalam. Jawablah kesalahan anda tersebut. Kesalahan adalah guru yang luar biasa. Dengan mengenal apa yang salah, anda dibantu untuk menemukan apa yang benar.

Tom Watson, pendiri IBM, tahu persis nilai sebuah kesalahan.Suatu saat, seorang pegawai membuat kesalahan besar yang merugikan IBM senilai jutaan dollar. Sang pegawai yang dipanggil ke kantor Watson, berkata "Anda pasti menghendaki saya mengundurkan diri." Jawab Watson, "Anda pasti bercanda. Saya baru saja menghabiskan 10 juta dollar untuk mendidik anda..."

Orang yang berbakat sukses, akan belajar dari apapun yang terjadi, termasuk kesalahan. Bila anda membuat sebuah kesalahan, hal yang terbaik adalah mengumpulkan kembali keping-keping yang terserak, dan memperhatikan bagaimana hal itu bisa terjadi.

Jangan menangisi kesalahan. Periksa dan pelajari kesalahan. Selanjutnya manfaatkan pengetahuan baru anda itu.

selanjutnya...

Monday, April 16, 2007

Semangat Kerja

Pagi ini Murti sedang asyik bermain game di komputernya, di kantor. Dari tadi gagal melulu, sekarang sudah hampir menang. Tanpa disangka, ada orang yang berdiri di belakangnya dan memandangi game tersebut. Murti tetap konsentrasi penuh. Paling-paling Yudi yang berdiri di belakangnya, pikirnya. Beberapa menit kemudian, akhirnya Murti menang. Aduh senangnya. Sampai-sampai dia berteriak:"Yes!!!", sambil mengepalkan tangan kanannya.

Orang yang berdiri di belakangnya tertawa lalu berkata: "Kalau semangat kerjamu seperti ini, wah perusahaan akan sangat maju". Murti tertegun. "Celaka," pikirnya. Itu bukan suara Yudi, tapi suara Pak Yanto, sang direktur utama. "Mati aku". Murti segera mengambil napas dan menengok ke arah Pak Yanto sambil tertawa malu. Betul-betul malu.

Pak Yanto tersenyum dan berkata:"Betul. Kalau semangat kerjamu sama seperti semangatmu bermain game. Wah! Hebat sekali. Keinginanmu untuk menang sangat tinggi. Tidak mudah menyerah. Berkali-kali gagal, kau coba lagi dan coba lagi. Cobalah mempraktekkannya dalam pekerjaan. Dalam segala hal. Okay?" Sambil berjalan pergi, beliau masih sempat berkata:"Tapi jangan main game melulu." Aduh! Tambah malu lagi. Murti hanya bisa tersenyum nyengir.

Cepat-cepat dia mematikan game komputernya dan kembali menghadapi pekerjaannya yang tadi sedang dikerjakan sebelum main game. Tadi dia sedang membuat laporan mingguan. Sebagai supervisor bagian penjualan, dia harus membuat laporan perkembangan kinerja tim yang dipimpinnya.

Dipandanginya layar komputer yang berisi laporan yang sedang dibuatnya. Aduh, malasnya. Setiap minggu itu-itu saja. Kalimatnya juga mirip begitu-begitu lagi. Paling-paling hanya angka penjualan saja yang berubah. Lagipula laporan dari dua anak buahnya belum masuk. Dari kemarin sudah diminta tapi belum juga diserahkan. Murti kesal. Tidak setiap minggu ada hal baru yang perlu dilaporkan.

Tak bersemangat

Sambil termenung-menung di depan komputer, Murti mengakui bahwa perkataan Pak Yanto tadi memang benar. Tadi Murti bisa bermain dengan sepenuh hatinya. Semangatnya menggebu. Dia ingin menang. Pokoknya harus menang. Tapi begitu menghadapi pekerjaan membuat laporan, wah seluruh semangatnya hilang. Jadi malas. Murti jadi heran sendiri. Mengapa dia bisa bersikap seperti itu? Kalau sikapnya sebagai penyelia seperti itu, bagaimana dia bisa memberi teladan kepada anak buahnya?

Murti mencari apa penyebab semangatnya menurun. Mungkin karena pekerjaan tersebut tidak menyenangkan. Game lebih menyenangkan. Tapi membuat laporan terasa membosankan dan seperti formalitas saja. Padahal, dia tahu bahwa laporan itu penting bagi atasan. Bukan sekadar formalitas. Murti sadar dia tidak mungkin bersikap seperti ini terus menerus. Dia ingin mengubah keadaan. Membuat laporan yang selama ini menjadi beban, harus diubah. Kalau tidak, bisa repot sendiri.

Murti merasa lega karena Pak Yanto tidak memarahinya. Memang dia ditegur, tapi tidak dengan marah. Beliau memang bijaksana. Satu hal yang dipelajarinya dari Pak Yanto adalah, beliau selalu mengerjakan segala sesuatu dengan senang dan penuh semangat. Jadi, siapapun yang berada dekat beliau, selalu merasa bersemangat. Beliau bisa menularkan semangat kerjanya. Murti ingin seperti beliau. Murti ingin lebih bersemangat. Kalau semangat kerjanya sama dengan semangatnya bermain game, wah, asyik juga. Dia sudah bisa seperti Pak Yanto dong.

Murti segera mengambil keputusan. Dia langsung menghapus semua game yang ada di komputernya. Tidak ada game lagi. Sama sekali. Kemudian dia mencoba mencari hal yang dapat membuatnya menyukai pekerjaan lain seperti membuat laporan, mencatat penjualan, mencatat setiap perkembangan pelanggan, dan sebagainya.

Murti baru sadar, catatan data pelanggan sudah dua bulan tidak diperbarui. Jadinya pekerjaannya menumpuk. Akibatnya, dia semakin malas. Akhirnya jadilah lingkaran setan yang membuatnya selalu menunda pekerjaan yang tidak menyenangkan itu.

Hari ini Murti berniat meluangkan waktu untuk memperbarui semua data pelanggan. Memang cukup banyak sih. Habis, sudah dua bulan. Tapi kalau tidak dilakukan sekarang, kapan lagi. Semakin ditunda, semakin menumpuk. Semakin menumpuk, semakin membuatnya malas. Semakin malas, semakin ingin menunda. Lingkaran setan ini harus dipatahkan.

Sampai sore, ternyata belum selesai juga. Tapi Murti menemukan kesenangan baru. Dia jadi asyik bekerja. Dengan tidak adanya game di komputernya, dia tidak tergoda untuk main game lagi. Seluruh waktu kerjanya bisa dimanfaatkan secara lebih efisien. Ternyata enak juga. Malah lebih enak rasanya. Besok tinggal membereskan sisa datanya lalu mulai memperbaiki hal-hal lainnya yang selama ini diabaikan. Do your job! Never run away! Never delay!

Sumber: Potensi Diri - Semangat Kerja oleh Lisa Nuryanti, Director Expands Consulting & Training Specialist


selanjutnya...

Sunday, April 01, 2007

Telepon

Nina sudah dua bulan bekerja di kantor tersebut. Sebelum ditempatkan di kantor cabang sebagai kepala cabang, dia menempati salah satu ruangan di kantor pusat. Kantor pusat sangat luas. Semua divisi menempati lantai yang sama di salah satu gedung perkantoran besar. Senang juga sih bekerja di situ.

Hanya saja, setiap kali ada rapat dengan kepala cabang yang lain, Nina selalu mendengar satu keluhan yang sama dan berulang-ulang. "Karyawan kantor pusat judes semua dan galak-galak kalau menerima telepon." Memang, meskipun ada operator, tapi setiap karyawan bisa mengangkat telepon masuk.

Tapi setelah setiap rapat mendengar keluhan yang sama, Nina merasa penasaran. Begitu juga dengan Pak Usman, Direktur Utama. Pak Usman sudah berusaha menyelidiki siapa yang berbicara judes di telepon, tapi tidak pernah ada yang mengaku. Iya dong, masa mengaku judes sih? Ntar dimarahi! Karena itulah hal tersebut masih menjadi masalah.

Akhirnya Pak Usman mengambil keputusan untuk bertindak. Kebetulan Nina tahu mengenai hal ini karena ruang kerjanya tak jauh dari ruang kerja Pak Usman. Suatu hari, Pak Usman berkunjung ke kantor lain yang berlokasi di lantai yang lebih atas. Beliau memberikan telepon selulernya kepada resepsionis di sana dan minta tolong agar menelepon kantornya dan mengatakan ingin bicara dengan Pak Usman.

Resepsionis tersebut menelepon kantor Pak Usman. Dia meminta bicara dengan Pak Usman. "Oh, Pak Usman sedang tidak ada". "Ke mana mbak?", tanyanya. "Wah, mana saya tahu. Dia tidak pernah bilang mau ke mana", jawab penerima telepon tersebut. "Kira-kira sampai jam berapa ya?" "Aduh mbak, saya nggak tahu! Ntar telepon aja lagi sore-sore.". Demikian jawaban yang diterima dan langsung diputus.

Pak Usman mendengar semua pembicaraan itu. Dia mengenali suara tersebut. Segera beliau kembali ke kantor dan langsung mendatangi karyawan tersebut serta menegurnya. Tentu saja karyawan tadi tidak mengaku. Tapi, Pak Usman dengan sabar mengatakan bahwa beliau tahu kejadian yang sebenarnya. Malah Pak Usman memiliki rekaman pembicaraan tadi, sehingga karyawan tersebut tidak bisa berkata apa-apa.

Beberapa hari kemudian, Pak Usman pergi ke Blok M. Di sana beliau mendekati seorang penjual pisang goreng, membeli beberapa buah, lalu menyerahkan telepon selulernya dan minta tolong agar bapak penjual tersebut menelepon kantornya dan minta bicara dengan Bapak Usman.

Dengan heran bapak tersebut menelepon dan minta bicara dengan Pak Usman. "Pak Usman ada Mbak?", tanyanya. "Ini dari siapa?" "Saya Mamat." "Ada perlu apa?" "Mau bicara dengan Pak Usman." "Ini siapa sih, Pak Usman nggak ada.", langsung telepon ditutup.

Sidak

Pak Usman juga mengenali suara penerima telepon tersebut. Pak Usman segera kembali dan bicara dengan karyawan tersebut. Rupanya beberapa kali terjadi hal seperti ini. Pak Usman sering melakukan sidak atau inspeksi mendadak dengan meminta bantuan orang lain untuk menelepon ke kantor.

Rupanya lama-kelamaan, cara tersebut cukup memberikan hasil. Para karyawan kantor pusat tidak berani lagi bersikap judes atau galak di telepon. Sekitar dua bulan kemudian, tidak ada lagi keluhan mengenai cara menerima telepon.

Yang membuat Nina heran, kok Pak Usman mau-maunya melakukan sidak semacam itu. Tapi, memang ketika dulu Pak Usman memberi imbauan tentang hal ini, tak seorang pun mau mengaku. Setelah Pak Usman menggunakan sistemnya, tak seorang pun bisa menghindar. Mereka tidak bisa berbohong karena Pak Usman merekam semua pembicaraan telepon ketika dia melakukan sidak. Wah, betul-betul seperti film cerita detektif saja.

Semua kesalahan terungkap. Ternyata bukan hanya judes dalam cara berbicara saja, ada juga yang judes dalam tindakan. Salah satu yang paling sering terjadi adalah, ketika orang menelepon ke kantor pusat dan berkata:"Bisa bicara dengan Pak Usman?", tiba-tiba penerima telepon langsung mentransfernya ke telepon lain, tanpa berkata apa-apa. Tiba-tiba hanya terdengar bunyi 'tek', bunyi telepon diletakkan, lalu langsung terdengar nada tunggu tanda telepon sedang ditransfer. Betul-betul tidak sopan.

Sudah begitu, kemudian ada lagi orang lain yang mengangkat dan berkata:"Halo?". "Ya halo, bisa bicara dengan Pak Usman?", dan terulang lagi hal yang tadi, ditransfer tanpa bicara apa pun. Aduh. Benar-benar membuat orang yang menelepon merasa sakit hati. Pak Usman sampai marah dengan kejadian ini.

Seluruh karyawan kemudian diminta rapat. Semua hasil rekaman Pak Usman diputar dalam rapat tersebut. Ada yang tertawa mendengarnya, ada yang geleng-geleng kepala, ada yang tersenyum malu, ada yang merasa prihatin, ada yang sedih, ada juga yang merasa kesal.

Akhirnya Pak Usman meminta semua agar karyawan saling memperbaiki cara mereka menerima telepon. Mereka juga diminta untuk saling mengingatkan apabila ada yang masih galak ketika bicara di telepon.

Ketika seminggu kemudian Nina pindah ke kantor cabang, dia bisa merasakan hasil dari usaha Pak Usman. Tidak ada lagi karyawan kantor pusat yang judes atau galak ketika menerima telepon. Sekarang semua orang kantor pusat ramah-ramah. Tapi ada satu hal yang diinginkan Nina. Nina ingin semua karyawan di kantor cabangnya juga ramah. Caranya? Dia ingin menjadi contoh bagi semua orang. Be Nice! Be an example!

Sumber: Telepon oleh Lisa Nuryanti, Director Expands Consulting & Training Specialist

selanjutnya...

Thursday, March 29, 2007

Tempe Bacem

Sejak naik gaji, Susi menikmati kenaikan gajinya dengan mengubah gaya hidupnya. Dulu, dia selalu membawa makanan dari rumahnya. Kadang-kadang nasi dengan telor dadar, atau nasi dengan sisa lauk kemarin yang sudah dihangatkan. Susi paling suka tempe bacem, yang warnanya sampai gelap dan rasanya semakin enak. Nasi dan tempe bacem memang makanan favoritnya. Sudah dua bulan ini dia naik gaji karena jabatannya lebih tinggi. Tentu saja tugas dan tanggung jawabnya semakin tinggi. Sekarang dia merasa malu kalau membawa makanan dari rumah. Kini setiap siang dia makan di luar. Dulu, banyak teman yang sering titip uang supaya dibawakan tempe bacem kesukaannya yang ternyata disukai juga oleh mereka. Sekarang mereka sering mengeluh karena Susi tidak mau lagi membawakan tempe bacem kesukaan mereka. "Ah, malas bawa makanan dari rumah lagi," katanya setiap kali mereka menanyakan tempe bacemnya.

Susi menikmati gaya hidupnya yang berubah. Sekarang dia bisa makan ayam goreng keremes lengkap dengan es campur hampir tiap hari. Kadang-kadang nasi rames lengkap dengan sambal goreng ati, perkedel dan daging rendang serta telor dadar pedas serta jus buah. Enak juga sih. Rasanya mewah. Kini Susi tidak pernah lagi makan bersama teman-temanya di ruang makan. Dia selalu memilih makan siang di luar. Kalau sedang sangat sibuk, baru dia minta dibelikan makanan dan akan makan di ruangannya sendiri.

Tanpa disangka tiga hari yang lalu terjadi sesuatu yang membuat Susi terheran-heran. Pak Jono, presiden direktur, memanggil Susi untuk meminta laporan mingguan yang belum diterima. Kebetulan waktu itu sudah hampir jam makan siang. Susi datang ke ruangan beliau sambil membawa laporan yang diminta. Susi juga menjelaskan bahwa dia sudah menyerahkan laporan tersebut ke pak Jono. Pak Jono juga mengakui hal itu, tapi laporan itu terselip entah di mana, jadi pak Jono minta lagi.

Setelah berdiskusi sebentar, Pak Jono mengeluarkan kotak plastik berisi makanan. Beliau bertanya:"Susi sudah makan." "Belum, pak," jawab Susi. "Ya sudah, Susi makan dulu saja. Saya juga sudah lapar nih. Nanti kita lanjutkan lagi setelah makan siang." Susi kemudian minta diri untuk keluar makan siang. Sambil mempersilahkan Susi keluar, pak Jono membuka kotak makan siangnya. Tanpa sengaja, Susi melihat isi kotak itu. Isinya nasi, orak-arik telor campur buncis dan tempe bacem. Hanya itu.

Tanpa sadar Susi bertanya:"Pak, kok Bapak bawa makanan dari rumah sih?" "Memangnya kenapa," tanya pak Jono. "Ya... malu kan Pak? Masa presiden direktur bawa makanan dari rumah," begitu jawab Susi.

Pak Jono hanya tersenyum ramah dan menjawab:"Mengapa harus malu? Makanan ini penuh gizi, harga lebih murah, yang masak isteri saya, dan saya tidak perlu repot cari makanan lagi. Lagipula ini makanan kesukaan saya. Mau coba." Sambil tersenyum malu, Susi mengucapkan terima kasih.

Kejadian itu membuat Susi terheran. Kok Pak Jono tidak malu membawa makanan dari rumah ya? Tapi, memang setelah dipikir, mengapa harus malu? Kan banyak keuntungannya? Lebih murah, rasanya lebih sesuai selera sendiri, tidak perlu berpanas-panas keluar kantor mencari makanan, dan bisa memilih makanan kesukaan. Tiba-tiba, dia kangen lagi dengan tempe bacem buatan ibunya. Tempe bacem kesukaannya. Tempe bacem yang juga disukai teman-temannya.

Dua hari yang lalu, Susi membawa lagi makanan dari rumah. Dia membawa banyak tempe bacem dan membagikannya pada teman-temannya di ruang makan. Semua temannya sangat senang bisa makan tempe bacem lagi. Rasanya sudah bertahun-tahun mereka tidak makan tempe bacem. Padahal baru dua bulan. Susi terharu melihatnya.

Kini dia baru bisa mensyukuri keadaannya. Tidak perlu malu membawa makanan dari rumah. Pak Jono saja setiap hari selalu membawa makanan dari rumah. Padahal gaji dan kedudukan beliau kan lebih tinggi dari Susi? Untuk apa memboroskan uang gaji untuk makan mewah setiap hari? Sepertinya dia mengorbankan uangnya untuk membeli makanan yang lebih mahal hanya untuk kenikmatan sesaat dan untuk menuruti perasaan sombong akibat naik gaji dan naik jabatan.

Hari ini Susi membawa tempe bacem lagi karena kemarin banyak yang titip minta dibawakan. Malah mereka ingin membayar tempe bacem yang dibawanya. Susi tersenyum saja. Dia telah menemukan kenikmatan makan siangnya kembali.

Tadi siang ketika rapat, Pak Jono bertanya pada Susi:"Makan di mana tadi." Sambil tersenyum malu Susi menjawab:"Di ruang makan pak. Saya bawa dari rumah kok." Pak Jono berhenti sebentar memandangnya lalu tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

Senyum Pak Jono mengandung banyak arti. Sepertinya beliau tahu mengapa Susi berubah. Tapi Susi senang. Dia ingat: If you have more money, do not change your life style! You will be rich!

Sumber: Tempe Bacem oleh Lisa Nuryanti, Director Expands Consulting & Training Specialist

selanjutnya...

Monday, March 19, 2007

Menunggu

Seperti biasa, Poppy tiba di kantor pukul sembilan kurang lima menit. Padahal seharusnya jam kerja dimulai pukul delapan tiga puluh. Hari ini masih lumayan loh, biasanya pukul sembilan lebih dia baru tiba di kantor. Poppy sudah biasa begitu sejak sebulan yang lalu. Dulu dia selalu datang lebih pagi, malah paling pagi. Betul-betul karyawan teladan. Entah mengapa. Mungkin karena melihat karyawan lain tidak datang sepagi dia, maka kemudian Poppy mulai datang siang.

Atasan Poppy, Bapak Hary, sangat rajin. Beliau sangat sibuk, banyak sekali strategi yang harus dipikirkannya untuk memajukan perusahaan. Apalagi sifat beliau memang bukan orang yang cerewet. Melihat Poppy datang terlambat, biasanya beliau hanya melirik sebentar ke arahnya sambil terus melanjutkan pekerjaannya. Tentu saja Poppy merasa senang. Rupanya beliau tidak marah melihatnya terlambat.

Poppy terus menerus datang terlambat ke kantor. Suatu hari, dia tiba di kantor hampir pukul setengah sepuluh. Tanpa rasa bersalah, dia masuk ke kantor dan melihat Pak Hary sibuk seperti biasa. Tiba-tiba Pak Hary menoleh kearahnya dan bertanya: "Kok kamu terlambat lagi?". Merasa terkejut, Poppy menjawab: "Ada kecelakaan di jalan, pak, jadi jalanannya macet luar biasa."

"Saya perhatikan akhir-akhir ini kamu selalu datang siang. Dulu kamu tidak begini. Dulu kamu selalu bisa datang lebih pagi kan?" "Iya, pak," jawab Poppy sambil sedikit tersenyum malu.

"Poppy, kalau saya tidak pernah menegur kamu karena terlambat, bukan berarti saya setuju terhadap hal tersebut. Saya bukan tipe orang yang cerewet. Tapi saya mengharap kalian semua yang bekerja di sini mampu bersikap sebagai orang dewasa yang tahu mana sikap dan perbuatan yang baik, pantas dan benar, serta mana yang tidak. Saya tidak suka memperlakukan kalian seperti anak kecil yang harus ditegur dan dimarahi."

"Waktu dulu kamu masuk kerja di sini, sudah tahu kan bahwa kantor dimulai pukul delapan tiga puluh? Saya harap kamu bisa tetap bekerja sesuai dengan persetujuan pertama kita. Dulu kamu tidak keberatan kan? Kenapa sekarang jadi terlambat terus? Jangan menunggu ditegur atau dimarahi untuk berubah."

Poppy merasa bersalah dan minta maaf. Dia berjanji akan datang lebih. Satu hal yang paling menggugah hatinya adalah perkataan Pak Hary yang bunyinya:"Jangan menunggu ditegur atau dimarahi untuk berubah." Poppy sadar, selama ini memang demikianlah kebiasaannya berpikir. Bukan hanya masalah terlambat masuk kantor. Tapi dalam segala hal, dia selalu begitu.

Misalnya, dia suka mengejek teman kerjanya dengan sebutan "Doraemon" karena menurut Poppy, dia sangat mirip Doraemon. Orang tersebut hanya tersenyum saja kalau dipanggil Doraemon. Sampai suatu hari, orang itu berkeluh kesah kepada sahabatnya. Ternyata dia termasuk orang yang sangat tidak percaya diri. Setiap kali dipanggil Doraemon, dia sebenarnya sangat sedih dan terluka. Rasa percaya dirinya hilang. Waktu sahabatnya menyuruhnya menyampaikan hal ini kepada Poppy, dia tidak berani. Takut menyinggung. Akhirnya seluruh keluh kesahnya disimpannya dalam hati.

Sahabat inilah yang kemudian mengatakan kepada Poppy agar berhenti menyebut orang itu dengan nama panggilan tersebut. Memang yang bersangkutan tidak pernah marah, tapi sahabat ini berkata kepada Poppy: "Dia tidak marah bukan berarti dia suka dipanggil demikian. Saya tahu hatinya terluka. Sebaiknya jangan memanggilnya demikian lagi."

Sebenarnya Poppy heran. Menurut dia, panggilan itu hanya untuk bercanda kok. Mengapa mesti sakit hati? Bukankah itu lucu? Tapi kata orang itu, mungkin saja bagi Poppy lucu, tapi bagi yang bersangkutan hal tersebut mengurangi rasa percaya dirinya. Poppy pun menurut. Dia tidak pernah menggunakan nama panggilan itu lagi.

Selain itu, kalau tidak ditanya oleh atasannya mengenai perkembangan kerjanya, Poppy juga menyadari bahwa dia justru senang. Untung! Tidak ditanya! Sehingga kalau Pak Hary tidak menanyakan hasil kerjanya, dia juga tidak melapor apa-apa. Karena Pak Hary tidak menegurnya atau marah, dia merasa Pak Hary tidak keberatan. Jadi Poppy tenang-tenang saja. Baru kalau ditanya dia melapor. Kalau tidak ditanya, ya... kebetulan. Aman!

Kini merenungkan semua kebiasaannya dalam bekerja dan bergaul, Poppy merasa malu sendiri. Selama ini dia selalu bersikap seperti anak kecil. Menunggu ditegur atau dimarahi, baru dia mau mengubah sikapnya. Betapa bodohnya dia. Kurang peka terhadap perasaan orang lain. Mempunyai atasan seperti Pak Hary, yang sabar, tidak cerewet dan jarang marah, seharusnya dia bersyukur. Eh, dia malah memanfaatkan sikap Pak Hary demi kepentingannya sendiri.

Poppy kini memutuskan tidak akan menunggu ditegur atau dimarahi. Dia akan mencoba lebih peka dan selalu memperbaiki sikapnya. Dia tidak akan terlambat lagi ke kantor. Dia tidak akan memanggil Doraemon. Dia akan mengubah kebiasaannya sebelum ditegur. Banyak hal yang harus dia perbaiki.
Improve Yourself! Do not wait!

Sumber: Menunggu oleh oleh Lisa Nuryanti, Director Expands
Consulting & Training Specialist

selanjutnya...

Tuesday, March 13, 2007

Iri?

Yuli ingin membuat baju baru. Selama ini dia jarang mengenakan celana panjang dan blazer. Ada sih. Tapi bisa dihitung dengan satu tangan karena hanya dua buah. Busana lainnya berupa rok bawahan dan baju atasan dengan blazer. Selama ini dia memang lebih suka mengenakan rok bawahan daripada celana panjang. Tapi hari itu dia ingin membuat setelan celana panjang. Yuli tidak tahu berapa meter kain yang dibutuhkan untuk membuat setelan celana panjang. Karena itu, Yuli berniat menanyakan hal ini kepada anak buahnya. Saat istirahat, Yuli masuk ke ruang marketing. Di sana terdapat beberapa karyawan wanita yang selalu mengenakan setelan celana panjang. Supaya cepat, Yuli menanyakan kepada Anita, salah seorang karyawati yang duduknya paling dekat pintu masuk.

"Kalau mau bikin setelan celana panjang dan blazer biasanya berapa meter ya?" Anita menjawab :"Sekitar tiga meter Bu. Dua tiga perempat meter juga cukup." Yuli berkata :"Terima kasih". lalu keluar dari ruang marketing untuk kembali ke pekerjaannya. Kejadian tadi hanyalah kejadian kecil di kantor yang dianggap biasa oleh Yuli. Bahkan siangnya dia sudah melupakan peristiwa tadi pagi.

Tapi tanpa disangka-sangka, ternyata dampak peristiwa itu cukup besar. Yuli diberi laporan oleh salah seorang karyawati mengenai kejadian pagi itu. Setelah Yuli keluar dari ruang marketing, karyawati lain, Asti, memberi komentar :"Yang dipercaya cuma Anita ya? Kita, yang lain tidak pernah ditanya apa-apa." Yang lainnya menyahut :"Iya, kita tidak dipercaya." Anita sendiri heran mendengar komentar teman-temannya. Tapi dia diam saja.

Yang paling heran Yuli. Pada saat tadi dia bertanya kepada Anita, dia tidak memiliki pikiran jelek apa pun. Dia merasa wajar bertanya kepada Anita karena meja Anita paling dekat dengan pintu masuk ke ruangan. Bukannya dia hanya percaya pada Anita. Dia hanya bertindak wajar saja. Tapi ternyata pandangan anak buahnya yang lain sangat berbeda dengan kenyataan. Mereka merasa Yuli lebih memperhatikan Anita dan kurang memperhatikan yang lainnya. Aduuhhh! Yuli sampai geleng-geleng kepala. Dalam hatinya dia berkata :"Saya tidak akan mau tanya apa-apa lagi selain urusan pekerjaan. Kapok."

Yuli kemudian ingat hal semacam itu telah beberapa kali terjadi. Anak buahnya mudah sekali merasa iri. Ketika Yuli membawa makanan dari luar kota untuk mereka semua, Yuli menyerahkan beberapa bungkus makanan ke semua anak buahnya. Supaya lebih praktis, Yuli menaruh semuanya di meja terdekat, yaitu meja Anita.

Kurang enak didengar

Ternyata yang lain merasa iri dan Anita terpaksa mendengar beberapa kata-kata yang kurang enak didengar. Intinya mereka mengatakan semua oleh-oleh itu sebenarnya untuk Anita saja. Padahal jelas-jelas Yuli mengatakan agar oleh-oleh itu dibagi sama-sama. Yuli berniat baik, tapi akibatnya malah kurang menyenangkan.

Kalau mau mengikuti perasaannya, Yuli tidak mau lagi membawa oleh-oleh atau bertanya sesuatu pada siapa pun. Tapi Yuli kemudian merenungkan mengapa mereka bersikap demikian. Apakah ada yang salah dari sikap Yuli? Apakah mereka memang merasa diperlakukan lain olehnya? Ataukah hanya sekedar iri hati?

Yuli ingin tahu. Tapi kalau dipikir-pikir, tidak ada gunanya dia tahu hal itu. Yang penting kalau ini semua memang salahnya, dia ingin memperbaiki sikapnya.

Kalau dulu dia jarang masuk ke ruang marketing, maka sekarang dia ingin lebih sering mengunjungi ruang marketing. Dulu dia setiap pagi mengajak mereka rapat di ruang rapat. Kini Yuli ingin mengajak mereka rapat di ruang marketing saja. Selain supaya suasana lebih santai, mereka lebih mudah mengambil data atau laporan yang diperlukan dalam rapat. Mereka juga bisa mengangkat telepon yang masuk sehingga pekerjaan lebih efektif dan efisien. Ternyata hubungan mereka lebih dekat. Suara-suara sumbang yang selama ini sering terucap, kini berkurang jauh.

Malah, kadang-kadang Yuli duduk dekat meja mereka. Kebetulan memang ada satu meja yang tidak ditempati. Yuli sering duduk di situ. Kadang-kadang dia bekerja di sana. Kadang-kadang Yuli makan siang di meja itu juga bersama mereka. Memang di kantor mereka tidak disediakan ruangan makan. Suasana berubah lebih menyenangkan.

Kemudian Yuli mengusulkan agar tempat duduk mereka dipindah-pindah. Setiap tiga bulan semua orang bergeser ke meja di sebelah kanannya. Ketika Yuli mengajukan usul ini, ternyata mereka sangat antusias. Mereka menyukai usul itu. Malah kini, meja mereka lebih rapi karena tiap tiga bulan harus bergeser ke meja lain. Barang-barang yang tidak berguna kini disingkirkan. Tidak ada lagi sandal di bawah meja. Tidak ada lagi tas plastik bercampur dokumen yang berserakan di laci. Kini semua lebih rapi dan lebih menyenangkan.

Yuli hanya bersyukur. Seandainya dulu dia marah dan kesal mendengar komentar anak buahnya, tentu tidak akan terpikir olehnya untuk melakukan berbagai perubahan ini. Tapi kini semua orang merasa lebih bersemangat dalam bekerja. Think positive! Act positive!

Sumber: Ptensi Diri - Iri? oleh Lisa Nuryanti, Director Expands Consulting & Training Specialist

selanjutnya...

Friday, March 09, 2007

"Pesankan Saya, Tempat di Neraka!!"

Sebuah kisah dimusim panas yang menyengat. Seorang kolumnis majalah Al Manar mengisahkannya...Musim panas merupakan ujian yang cukup berat.
Terutama bagi muslimah, untuk tetap mempertahankan pakaian kesopanannnya. Gerah dan panas tak lantas menjadikannya menggadaikan akhlak. Berbeda dengan musim dingin, dengan menutup telinga dan leher kehangatan badan bisa dijaga. Jilbab bisa sebagai multi fungsi.

Dalam sebuah perjalanan yang cukup panjang, Cairo-Alexandria; di sebuah mikrobus. Ada seorang perempuan muda berpakaian kurang layak untuk dideskripsikan sebagai penutup aurat. Karena menantang kesopanan. Ia duduk diujung kursi dekat pintu keluar. Tentu saja dengan cara pakaian seperti itu mengundang 'perhatian' kalau bisa dibahasakan sebagai keprihatinan sosial.Seorang bapak setengah baya yang kebetulan duduk disampingnya mengingatkan. Bahwa pakaian seperti itu bisa mengakibatkan sesuatu yang tak baik bagi dirinya. Disamping pakaian seperti itu juga melanggar aturan agama dan norma kesopanan.

Tahukah Anda apa respon perempuan muda tersebut? Dengan ketersinggungan yang sangat ia mengekspresikan kemarahannya. Karena merasa privasinya terusik. Hak berpakaian menurutnya adalah hak prerogatif seseorang.

"Jika memang bapak mau, ini ponsel saya. Tolong pesankan saya, tempat di neraka Tuhan Anda!! Sebuah respon yang sangat frontal. Dan sang bapak pun hanya beristighfar. Ia terus menggumamkan kalimat-kalimat Allah.

Detik-detik berikutnya suasanapun hening. Beberapa orang terlihat kelelahan dan terlelap dalam mimpinya. Tak terkecuali perempuan muda itu. Hingga sampailah perjalanan dipenghujung tujuan. Di terminal akhir mikrobus Alexandria. Kini semua penumpang bersiap-siap untuk turun. Tapi mereka terhalangi oleh perempuan muda tersebut yang masih terlihat tertidur. Ia berada didekat pintu keluar. "Bangunkan saja!" begitu kira-kira permintaan para penumpang.

Tahukah apa yang terjadi. Perempuan muda tersebut benar-benar tak bangun lagi. Ia menemui ajalnya. Dan seisi mikrobus tersebut terus beristighfar, menggumamkan kalimat Allah sebagaimana yang dilakukan bapak tua yang duduk disampingnya.

Sebuah akhir yang menakutkan. Mati dalam keadaan menantang Tuhan.
Seandainya tiap orang mengetahui akhir hidupnya....
Seandainya tiap orang menyadari hidupnya bisa berakhir setiap saat...
Seandainya tiap orang takut bertemu dengan Tuhannya dalam keadaan yang buruk...

Seandainya tiap orang tahu bagaimana kemurkaan Allah...
Sungguh Allah masih menyayangi kita yang masih terus dibimbing-Nya.
Allah akan semakin mendekatkan orang-orang yang dekat denganNYA semakin dekat.

Dan mereka yang terlena seharusnya segera sadar...
mumpung kesempatan itu masih ada.

Sumber: Cerita dari Mesir "Pesankan Saya, Tempat di Neraka!!"
dikutip dari blog Aina Aqalby http://www.aina-alqalby.blogspot.com

selanjutnya...