xblog live

Catatan yang mungkin berguna

Thursday, March 01, 2007

Diterima di ITB Malah Kebingungan

PEMENANG konser Akademi Fantasi Indosiar (AFI) boleh tersenyum lega, sebab setelah konser usai, mereka segera mendapat tawaran rekaman atau nyanyi dan dapat uang dari berbagai sumber. Tidak demikian halnya dengan pemenang Olimpiade Biologi Internasional.

Usai mendapat 'penghargaan' dari Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sebesar Rp5 juta per orang, mereka tambah miris dengan masa depan mereka sendiri.
Sebab, bukan tawaran main sinetron, hiburan ataupun tawaran model iklan dari berbagai produk yang berarti bakal dapat duit.

Sang juara Olimpiade itu harus berpikir keras bagaimana mencari duit untuk kelangsungan sekolah mereka. Seperti yang dialami Mulyono, pemenang medali perunggu Olimpiade biologi dari SMAN di daerah Pare, Kediri, Jawa Timur (Jatim).

Mulyono mengaku dirinya telah diterima masuk di Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan mikrobiologi melalui ujian saringan masuk yang diterapkan oleh ITB sebelum SPMB berjalan. Untuk meringankan siswa yang orang tuanya petani itu, Mulyono mendapat dispensasi tidak harus membayar uang masuk yang besarnya sekitar Rp45 juta, tetapi untuk biaya kuliah serta biaya hidup selama di Bandung masih tetap menjadi pikirannya.

"Ya, itulah yang mengganggu pikiran saya, dari mana saya harus mendapatkan uang," katanya lirih. Peraih medali perak dalam lomba sains nasional yang diselenggarakan di Balikpapan belum lama ini, sedang berusaha mencari sponsor agar dirinya bisa memperoleh dana bagi kelangsungan sekolahnya kelak.

Mulyono sempat bingung menghadapi uang kuliah yang besarnya Rp1,7 juta per semester, belum lagi biaya hidup di Bandung yang berdasarkan pemantauannya lebih dari Rp400.000 sebulan. "Tanpa adanya beasiswa atau sponsor, mustahil saya bisa kuliah di sana," kata Mulyono.

Kondisi serupa juga dialami Ni Komang Darmiani yang bersama-sama dengan Mulyono pergi ke Brisbane, Australia untuk membawa nama bangsa dalam Olimpiade Biologi tersebut, masih bingung terhadap masa depannya. Darmi mengaku telah diterima di Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana melalui jalur Penelusuran Minat dan Bakat (PMDK).

Namun, sebelum berangkat ke Brisbane untuk membuktikan bahwa bangsa Indonesia bukanlah bangsa terbelakang dengan cara ikut olimpiade sains, Darmi sempat bingung karena ia diwajibkan membayar uang pangkal dari Universitas Udayana sebesar Rp11 juta.

Ketika pulang dari Australia dan Dirjen Dikdasmen memberikan uang 'penghargaan' sebesar Rp5 juta dirinya sempat bergumam, "Wah, masih kurang Rp6 juta lagi."

Terbayang di hadapannya, orang tuanya yang guru SMA, harus berusaha keras menyediakan kekurangan biaya tersebut, belum lagi biaya semester yang harus dibayarnya serta biaya hidup di Denpasar kelak bila ia belajar di Universitas Udayana.

Letak Denpasar sangat jauh dari kediaman orang tuanya di Desa Bila, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, Singaraja. Artinya, selama menuntut ilmu mau tidak mau ia harus indekos karena tidak ada famili di sana.

Anugerah AFI yang hanya diselenggarakan di Indonesia begitu besar, tetapi mengapa anugerah Peraih Medali Perunggu olimpiade sains Cuma sebesar itu. Kapan masyarakat bumi tercinta ini mulai menghargai anak bangsanya yang telah membawa harum di dunia internasional. Jadi, kapan bangsa ini mulai menghargai orang cerdas dan pintar? (Hru/B-1)

Sumber: Media Indonesia

0 Comments:

Post a Comment

<< Home